hut bhayangkara ke 78
BeritaEkonomi

Senior Aktivis Sumenep: Kemiskinan adalah Tantangan Pola Pikir dan Kemalasan

518
×

Senior Aktivis Sumenep: Kemiskinan adalah Tantangan Pola Pikir dan Kemalasan

Sebarkan artikel ini
Bambang Supratman, seorang senior aktivis di Sumenep,
Foto: Bambang Supratman, seorang senior aktivis di Sumenep, @by_reportasenews.net

SUMENEP, Reportasenews.net – Kemiskinan sering kali dipandang sebagai masalah struktural yang sulit diatasi, namun bagi Bambang Supratman, seorang senior aktivis di Sumenep, kemiskinan adalah hasil dari pola pikir dan kemalasan yang perlu diubah.

Menurutnya, untuk membebaskan diri dari kemiskinan, setiap individu harus melakukan evaluasi diri dan memikirkan langkah-langkah yang bisa mengubah nasib.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
ketua dewan probolinggo
UNTUK PASANG BANNER HUBUNGI WA: 081907979555

“Dalam membahas kemiskinan, saya lebih suka menggunakan kata ‘kita’, bukan ‘mereka’. Ketika saya berbicara tentang kemalasan, itu bukan untuk menuding atau merendahkan, tetapi sebagai refleksi untuk memperbaiki diri. Ini soal mencari apa yang salah, bukan menyalahkan,” ujar Bambang, Kamis (15/8/2024).

Kepada Reportasenews.net, Bambang menegaskan bahwa bekerja keras saja tidak cukup untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Ia mengibaratkan kemiskinan seperti gravitasi bumi yang menarik semua benda bermassa.

“Jika kita ingin lepas dari kemiskinan, seperti halnya melepaskan diri dari gravitasi bumi, kita membutuhkan energi besar. Artinya, semangat dan ketekunan untuk terus berusaha dan menghindari kemewahan yang tidak perlu,” jelasnya.

Dia juga mengkritik pendekatan statistik dalam menentukan tingkat kemiskinan di Kabupaten Sumenep. Menurutnya, data yang digunakan oleh pemerintah seringkali usang dan tidak akurat, sehingga diperlukan pembaruan dengan cara turun langsung ke lapangan.

“Kami meminta statistik dan Dinsos Sumenep untuk benar-benar melakukan pembaruan data dengan cara turun langsung, menghitung barang primer dan sekunder, serta memverifikasi barang bergerak dan tidak bergerak milik warga. Ini penting agar data yang dihasilkan tidak hanya berpatokan pada data lama yang mungkin sarat nepotisme,” tegasnya.

Bambang juga menyoroti semangat inovasi masyarakat Sumenep yang merantau dan membuka warung Madura 24 jam di berbagai daerah sebagai contoh bahwa kemiskinan seringkali adalah pilihan yang dibuat oleh mereka yang tidak mau mengubah nasib.

“Masyarakat Sumenep sebenarnya memiliki banyak potensi untuk keluar dari kemiskinan. Bercocok tanam, bertani, atau membuka usaha seperti warung adalah beberapa cara untuk merubah nasib. Bahkan, jika tidak memiliki modal, mereka bisa bekerja sama dengan orang lain yang memiliki modal. Ini adalah bukti bahwa kemiskinan bisa diatasi dengan kemauan dan kerja keras,” tandasnya.***