SUMENEP, Reportasenews.net – Polemik terkait hubungan rumah tangga kerap kali menjadi sorotan publik, terutama ketika ada tuduhan perselingkuhan atau pihak ketiga, yang sering disebut sebagai “pelakor” (perebut laki orang).
Namun, seringkali, persepsi itu terbangun dari asumsi yang tidak berakar pada kenyataan.
Dalam wawancara terlihat jelas bagaimana ‘SK’ (inisial) membantah tuduhan sebagai pelakor, sekaligus menceritakan dinamika pernikahannya dengan suaminya yang sudah berlangsung sejak 2017.
‘SK’ dengan tegas menyatakan bahwa ia sudah menjalin hubungan dengan suaminya sejak tahun 2005, jauh sebelum ada rumor atau tuduhan tentang status pelakor.
Dia juga menegaskan bahwa suaminya telah menunjukkan keseriusan dengan cepat ingin menikahinya, yang akhirnya terlaksana di tahun 2017.
“Dari mana saya dikatakan pelakor?” tanyanya retorik, menantang opini publik yang cenderung menyudutkannya, Kamis (3/10/2024).
Yang lebih menarik adalah pernyataan ‘SK’ tentang kehidupan rumah tangganya yang hibgga saat ini baik-baik saja.
Ia tinggal bersama mertuanya tanpa ada tanda-tanda kebencian, yang mengindikasikan bahwa hubungan keluarga suaminya tidak terpengaruh oleh gosip tersebut.
Apalagi, fakta bahwa suaminya lebih sering tinggal di kos di Surabaya, sementara istrinya yang terdahulu tinggal di kota yang sama, semakin menimbulkan pertanyaan tentang kondisi rumah tangga suaminya sebelumnya.
Bahkan, ‘SK’ mengungkapkan bahwa meskipun suami telah menikah dengan istri sebelumnya, pernikahan mereka baru terdaftar setelah pernikahannya dengan ‘SK’.
Hal itu menjadi salah satu poin penting yang ingin ia tegaskan kepada masyarakat, bahwa dia bukan istri kedua, melainkan yang pertama terdaftar secara resmi.
Namun, yang lebih penting dari pernyataan formal atau legalitas pernikahan adalah narasi yang berkembang di sekitar ‘SK’.
Tuduhan tanpa bukti yang dilemparkan oleh masyarakat atau bahkan keluarga suaminya hanya akan memperkeruh situasi, tanpa memberikan ruang bagi klarifikasi.
Dia berharap masyarakat dapat melihat kenyataan bahwa tidak ada rasa curiga atau masalah dalam pernikahannya dengan suaminya hingga saat ini.
Di akhir, ‘SK’ juga menguraikan bagaimana hubungan suaminya dengan perempuan sebelumnya merupakan hasil dari perjodohan, sesuatu yang ia sendiri sadari dan terima.
Bagaimanapun, dirinya menegaskan bahwa sampai saat ini hubungan keluarganya, termasuk dengan mertuanya, tetap harmonis.
Kasus seperti itu menggambarkan betapa persepsi publik seringkali dibangun dari potongan-potongan informasi yang tidak utuh.
Tuduhan pelakor yang disematkan kepada ‘SK’ tidak hanya melukai harga dirinya, tetapi juga menjadi cerminan dari bagaimana masyarakat masih mudah terjebak dalam prasangka.
Pada akhirnya, kisah tersebut seharusnya mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati dalam menilai dan menyebarkan rumor tanpa fakta yang jelas.***