BeritaPolitik

Maraknya Politik Uang Ancam Pencapaian SDGs di Indonesia

454
×

Maraknya Politik Uang Ancam Pencapaian SDGs di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Ketua MPR RI ke-16, Bambang Soesatyo
Foto: Ketua MPR RI ke-16, Bambang Soesatyo, @by_reportasenews.net

JAKARTA, Reportasenews.net – Ketua MPR RI ke-16, Bambang Soesatyo, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prof. Burhanuddin Muhtadi.

Dalam penelitian tersebut, terungkap bahwa sebanyak 33 persen atau 63,5 juta pemilih pada Pemilu 2014 dan 2019 di Indonesia terlibat dalam praktik politik uang.

Angka itu menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia dari sisi persentase, dan menjadi negara dengan jumlah pemilih terbesar yang terlibat politik uang secara absolut.

“Politik uang telah menciptakan biaya politik yang sangat tinggi. Akibatnya, banyak kepala daerah, anggota legislatif, hingga pejabat eksekutif yang akhirnya terjebak dalam praktik korupsi untuk mengembalikan biaya politik yang dikeluarkan selama kampanye,” ujar Bamsoet saat membuka Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara bertema Akselerasi Pelaksanaan SDG’s Guna Mengurangi Ketimpangan Ekonomi di Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Ia menegaskan, menghapus politik berbiaya tinggi menjadi pekerjaan rumah yang krusial untuk memastikan tercapainya target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030.

“SDGs merupakan agenda global yang dilegitimasi oleh PBB, dengan tujuan utama mengakhiri kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, serta melindungi bumi. Korupsi adalah salah satu penghalang terbesar tercapainya program-program SDGs ini,” lanjutnya.

Selain Bambang Soesatyo, forum tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, seperti Ketua Dewan Pakar BS Center, Prof. Didin S. Damanhuri, Peneliti Habibie Center Umar Juoro, dan beberapa akademisi serta peneliti lainnya.

Bamsoet juga memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai SDGs, termasuk kemiskinan yang masih mencapai 9,03 persen atau setara 25,22 juta jiwa per Maret 2024.

Selain itu, ketimpangan ekonomi yang tercermin dari rasio gini 0,379 juga menjadi perhatian.

“Kita bisa lihat ketimpangan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara Provinsi DKI Jakarta yang mencapai skor 82,46 dan Papua dengan skor 62,25. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia belum merata,” jelasnya.

Sementara itu, Bambang menekankan pentingnya inklusivitas dalam pelaksanaan SDGs, di mana setiap pihak terlibat dalam proses pembangunan sehingga tidak ada yang tertinggal.

“Pembangunan harus memiliki orientasi dan visi untuk masa depan, karena hasilnya akan diwariskan kepada generasi mendatang,” pungkas Bamsoet.***