BeritaPolitik

Calon Tunggal: Pembunuhan Berencana Terhadap Demokrasi

533
×

Calon Tunggal: Pembunuhan Berencana Terhadap Demokrasi

Sebarkan artikel ini
Calon Tunggal: memgkhianati demokrasi, menghadirkan bayangan orde baru di Sumenep
Foto: Calon Tunggal: memgkhianati demokrasi, menghadirkan bayangan orde baru di Sumenep, @by_reportasenews.net
“Banner

SUMENEP, Reportasenews.net – Dalam beberapa waktu terakhir, kehadiran Pilkada dengan calon tunggal semakin mendapat kecaman dari berbagai kalangan.

Fenomena ini mengundang pertanyaan besar. Apakah para elit partai benar-benar mendengarkan suara rakyat, atau mereka hanya mementingkan ambisi pribadi?

Situasi ini mengingatkan kita pada kekejaman orde baru, di mana kebebasan politik dan demokrasi ditekan. Calon tunggal dalam Pilkada, seperti yang terjadi di Korea Utara, seharusnya menjadi alarm bagi kita semua bahwa demokrasi sedang berada dalam ancaman serius.

Berbagai gerakan penolakan terhadap calon tunggal ini mulai bermunculan, dari tulisan opini, aksi di media sosial, hingga istigosah dan aksi massa yang mendatangi kantor partai.

Semua ini menunjukkan adanya perlawanan dari rakyat yang merasa kebebasan berpolitik mereka sedang dirampas oleh praktik politik yang tidak sehat.

Ini lebih dari sekadar pembegalan politik, ini adalah pembunuhan berencana terhadap demokrasi. Seolah-olah suara rakyat dimanipulasi demi kepentingan segelintir orang, sementara rakyat akar rumput menolak adanya calon tunggal.

Apakah kita perlu melakukan survei untuk membuktikan bahwa Sumenep, yang dikenal sebagai miniatur Nusantara, memiliki banyak tokoh politik yang layak bersaing?

Namun, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Sumenep malah diibaratkan sebagai miniatur Korea Utara, di mana suara rakyat diabaikan. Ini adalah bentuk pemalakan akal sehat dan pembunuhan demokrasi yang dilakukan secara terencana.

Demokrasi yang ideal, seperti yang disampaikan oleh Robert Dahl, adalah proses pengambilan keputusan kolektif oleh warga negara yang memiliki hak suara yang sama. Namun, dengan adanya calon tunggal, esensi dari demokrasi itu sendiri terabaikan.

Partai politik yang seharusnya menjalankan lima fungsi utama berdasarkan Pasal 11 UU No. 2 Tahun 2008, kini justru mengkhianati rakyat.

Kita perlu mengkaji apakah partai-partai politik ini masih menjalankan fungsinya dengan benar. Calon tunggal jelas-jelas telah menanggalkan salah satu fungsinya, terutama dalam hal menyerap dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat.

Saat ini, kita sedang berjuang melawan politik busuk yang memunculkan calon tunggal, yang seolah-olah menjadi simbol baru dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang pernah kita lawan pada era 1998.

Sudah saatnya kita menguji calon tunggal ini dalam mimbar demokrasi yang sesungguhnya. Apakah mereka pantas dan layak memimpin Sumenep? Rakyat harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasannya, dan calon tunggal harus membuktikan kelayakan mereka di hadapan publik.

Kita tidak bisa lagi berharap pada partai politik yang gagal menghadirkan kader-kader militan dan berintegritas. Saatnya mengkampanyekan bahwa partai yang tidak pro-demokrasi tidak layak lagi memiliki kursi di parlemen Sumenep.

Seperti pada era Pak Soeharto muncul gerakan Golongan Putih (Golput), kini saatnya kita menggagas gerakan “Gosong” (Golongan Kotak Kosong) sebagai bentuk perlawanan politik akar rumput yang digerakkan oleh rakyat dan tokoh masyarakat.

Mari kita berikan pelajaran kepada elit partai bahwa rakyat masih memiliki kekuatan untuk menuntut kebebasan dan keadilan yang sesungguhnya.

Biarkan kali ini rakyat yang mengajari elit partai apa arti demokrasi yang sebenarnya.***

Sumenep, 20 Agustus 2024.

“Banner