SUMENEP — Kekecewaan mendalam disuarakan Ahmad Rizali, aktivis senior dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Karya Anak Bangsa, terhadap lambannya penanganan kasus dugaan penyimpangan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) oleh aparat penegak hukum (APH) di Kabupaten Sumenep.
Dalam pernyataan tegasnya, Rizali menilai kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi. Ia bahkan menyebut, “APH di Sumenep seperti sedang bermain drama panjang tanpa naskah akhir yang jelas. Ratusan saksi diperiksa, tapi sampai hari ini, tak satu pun ditetapkan sebagai tersangka.”
Menurutnya, fakta-fakta di lapangan sudah sangat terang: ada pemotongan dana, penerima fiktif, hingga penggunaan material dari hasil illegal logging. Namun, Kejari dinilai terlalu berhati-hati hingga terkesan melindungi aktor intelektual di balik proyek senilai Rp109,8 miliar tersebut.
“Sudah cukup rakyat dibodohi. Kami mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, bahkan Kejaksaan Agung, untuk segera ambil alih. Kalau Kejari tak sanggup, jangan dijadikan alat penghambat keadilan,” tandas Rizali.
Tak hanya itu, Rizali juga menyesalkan sikap Kejari yang justru membebani warga kepulauan, seperti dari Kangayan dan Sapeken, dengan biaya perjalanan sendiri saat dipanggil sebagai saksi. “Korban dipanggil, disuruh ke kota, tapi tidak dikasih ongkos. Itu logika hukum atau logika dagelan?” sentilnya.
Rizali pun menegaskan, jika dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret—seperti penetapan tersangka atau ekspose terbuka hasil penyelidikan—pihaknya akan menggandeng masyarakat akar rumput untuk turun aksi besar-besaran ke Kejati Jatim dan Kejagung.
“Ini bukan hanya soal rumah layak huni. Ini soal integritas negara melindungi warganya dari praktik mafia anggaran. Kalau kasus BSPS ini dibiarkan mandek, rakyat punya hak untuk menyimpulkan bahwa hukum di Sumenep sedang mati suri, karena ini bukan hanya tindak pidana korupsi tapi ini kejahatan kemanusiaan dan sudah melanggar HAM” tegasnya.