SUMENEP, Reportasenews.net – Pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, H. Zainal Arifin, yang menyatakan akan menutup semua tempat prostitusi di wilayah Sumenep memicu perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Tindakan tersebut bermula dari operasi yang digelar oleh H. Zainal bersama Satpol PP Sumenep di salah satu tempat prostitusi di wilayah Ambunten.
Operasi tersebut berhasil mengamankan beberapa perempuan yang diduga bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK), dan secara terbuka mempertontonkan mereka di hadapan publik. Tindakan ini memicu berbagai komentar pro dan kontra dari masyarakat.
Salah satu aktivis mahasiswa, Mahbub Junaidi, turut menyampaikan keprihatinannya terhadap langkah Ketua DPRD terpilih tersebut.
Ia mengkritik H. Zainal yang hanya melakukan operasi di Ambunten, daerah yang masuk dalam Daerah Pemilihannya (Dapil).
“Tempat prostitusi di Kabupaten Sumenep banyak, tapi kenapa hanya di Ambunten saja yang dilakukan operasi? Apa karena itu wilayah Dapilnya, sehingga ingin terkesan peduli?” ujar Mahbub, Selasa (10/9/2024).
Mahbub menilai, prostitusi di era digital sudah meluas dan bahkan dapat dilakukan melalui aplikasi, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di hotel-hotel tertentu di Sumenep.
Dia menegaskan bahwa jika H. Zainal serius menutup prostitusi, ia siap menunjukkan beberapa hotel yang disebut sebagai lokasi prostitusi.
“Kalau memang serius, ayo saya antar ke beberapa hotel seperti inisial D dan K yang menurut informasi masyarakat sering digunakan untuk prostitusi melalui aplikasi,” tambahnya.
Selain itu, Mahbub juga menyesalkan cara H. Zainal memperlakukan para PSK yang ditangkap, yang dianggap lebih buruk dibandingkan dengan pelaku kejahatan.
Mahbub menilai tindakan mempertontonkan para PSK secara terang-terangan tidak etis dan melanggar hak asasi.
“Seharusnya wajah mereka tidak diperlihatkan jelas. Pelaku kejahatan saja mukanya ditutup. Para wanita ini mestinya diberdayakan oleh pemerintah sesuai amanat UUD 1945, melalui program pemberdayaan seperti yang bisa dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan (Dinas Sosial P3A), agar mereka mendapat pekerjaan yang layak,” tegasnya.
Ia pun mempertanyakan motif di balik tindakan H. Zainal yang hanya fokus pada satu lokasi di Dapilnya, sementara prostitusi di hotel-hotel lain di Sumenep belum tersentuh.
“Kenapa hanya satu tempat saja yang dioperasi dan kebetulan di Dapilnya? Padahal beberapa hotel lain juga sering dijadikan tempat prostitusi,” pungkasnya.***