SUMENEP, Reportasenews.net – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menewaskan seorang istri, NS (27), di Sumenep memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Kali ini, Sekretaris Institut Sarinah, Dia Puspitasari, mengecam tindakan keji pelaku AR (28) yang menganiaya istrinya hingga tewas.
Dia Puspitasari dengan tegas menyatakan bahwa kekerasan AR terhadap istrinya sangat tidak manusiawi.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman yang sangat berat kepada pelaku,” ujarnya, Rabu (9/10/2024).
Menurut Dia, tindakan AR yang menganiaya NS hanya karena alasan kesal tidak dilayani adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius.
“AR melakukan kekerasan berulang kali hingga dengan sadar mencabut selang oksigen di rumah sakit, mengakibatkan kematian NS. Ini jelas pembunuhan berencana,” tambah Dia.
Eks Ketua DPP GMNI Bidang Pergerakan Sarinah 2017-2019 itu juga menyoroti ancaman hukuman yang dinilai terlalu ringan bagi AR, yakni hanya 15 tahun penjara.
“Komnas Perempuan menyebut ini sebagai kasus femisida, pembunuhan karena alasan gender. Jika hanya 15 tahun, ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum,” tegas Dia.
Kasus ini bermula pada Juni 2024, ketika AR kerap menganiaya NS, yang berpuncak pada awal Oktober 2024 saat AR mencabut selang oksigen NS di Puskesmas, mengakibatkan kematian korban.
Dia Puspitasari menyatakan bahwa AR layak dijerat dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang ancamannya mencapai 20 tahun penjara.
Bahkan, Dia mendesak hukuman seumur hidup atau hukuman mati.
“Pantas seumur hidup, bila perlu hukuman mati. AR telah melanggar UU TPKS, UU HAM, dan Pasal 340 KUHP. Tidak ada alasan untuk meragukan hukuman berat bagi pelaku,” ujarnya tegas.
Sementara itu, Dia juga mencurigai adanya upaya dari aparat penegak hukum untuk meringankan tuntutan terhadap AR.
Jika Pasal 340 KUHP tidak dikenakan, Dia menduga ada permainan yang berpotensi melemahkan keadilan bagi korban.
“Jika pelaku tidak dikenakan pasal maksimal, patut dicurigai adanya ‘main mata’. Kita tidak boleh membiarkan ada istri lain yang bernasib seperti NS,” pungkasnya. ***