SUMENEP – Ketimpangan harga gas elpiji subsidi 3 kilogram antara wilayah daratan dan kepulauan di Kabupaten Sumenep, Madura, kembali menuai sorotan tajam. Warga di wilayah kepulauan mengaku harus membeli gas melon dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), bahkan bisa mencapai Rp45.000 per tabung.
“HET di daratan Rp18 ribu. Di kepulauan bisa sampai Rp28 ribu. Tapi praktiknya? Tembus Rp45 ribu. Apa ini adil?” tegas Badrul Aini, anggota DPRD Sumenep asal daerah kepulauan, kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).
Dengan nada kecewa, Badrul mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memastikan keadilan distribusi subsidi bagi seluruh warga negara.
“Apa bedanya warga daratan dan kepulauan? Kami juga bayar pajak ke negara ini! Kalau harga elpiji di daratan naik jadi Rp30 ribu saja, semua menjerit. Kami di pulau sudah bertahun-tahun beli segitu, bahkan lebih mahal. Apa kami tak boleh menjerit juga?” katanya dengan suara lantang.
Tak hanya soal elpiji, Badrul juga menyinggung ketimpangan harga BBM subsidi di wilayah kepulauan. Ia menyebut harga solar subsidi di kepulauan bisa mencapai Rp9.000 hingga Rp11.000 per liter, jauh di atas harga yang seharusnya.
“Subsidi dari pemerintah selama ini cuma jadi cerita. Apa kami tidak pantas dapat subsidi? Jangan cuma klaim di atas kertas,” sindirnya.
Menurutnya, ketimpangan ini tidak bisa terus dibiarkan dan harus diselesaikan dengan kebijakan nyata. Ia mendorong agar pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk biaya distribusi logistik ke kepulauan, termasuk untuk elpiji 3 kg dan BBM subsidi.
“Ini bukan sekadar urusan logistik. Ini soal keadilan sosial. Pemerintah pusat maupun daerah harus hadir. Elpiji harus diantar ke pulau-pulau dengan dana negara, bukan dibebankan ke masyarakat kecil,” tegas Badrul.
Ia pun mengakhiri pernyataannya dengan kritik keras terhadap lambannya respons pemerintah terhadap kondisi ketimpangan di wilayah kepulauan.
“Puluhan tahun masyarakat kepulauan dipaksa membayar mahal, kalian diam saja. Gak punya solusi. Kalian kerjanya apa?” pungkasnya.