PROBOLINGGO — Pemerintah Desa Opo-opo, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, resmi membentuk Koperasi Merah Putih sebagai bentuk konkret pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2025 tentang Penguatan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Desa.
Langkah ini disahkan dalam Musyawarah Desa Khusus (Musdessus) yang digelar di Kantor Desa Opo-opo pada Kamis, 22 Mei 2025, dan dihadiri oleh lebih dari 80 peserta dari berbagai unsur masyarakat. Kepala Desa Opo-opo, Muhaimin Asyatta, dalam sambutannya menekankan pentingnya peran aktif warga dalam mengelola koperasi secara profesional, transparan, dan berkelanjutan.
“Warga itu sebenarnya antusias, tapi mereka juga masih khawatir, takut salah, dan belum paham teknisnya,” ujar Muhaimin.
Kekhawatiran yang diungkapkan oleh warga bukan tanpa alasan. Minimnya pemahaman teknis tentang pengelolaan koperasi, mulai dari manajemen internal, akuntabilitas keuangan, hingga regulasi hukum yang menaungi koperasi menjadi tantangan tersendiri dalam tahap awal pembentukan.
Koperasi Sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi Desa
Koperasi Merah Putih di Desa Opo-opo diharapkan menjadi tonggak baru pembangunan ekonomi lokal. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya desa, seperti hasil pertanian, peternakan, dan kerajinan rakyat, koperasi ini akan menjadi wadah usaha kolektif yang memberi nilai tambah ekonomi bagi anggotanya.
“Tujuannya jelas, untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat. Kita ingin warga bisa mandiri dan punya usaha sendiri,” tegas Muhaimin.
Kepala Desa menyatakan komitmennya untuk mendampingi dan memberikan pelatihan kepada pengurus dan anggota koperasi, baik dari aspek teknis, administratif, hingga hukum kelembagaan. Pendampingan ini dirancang agar koperasi benar-benar menjadi milik warga dan bukan sekadar formalitas administratif untuk menggugurkan kewajiban program pemerintah pusat.
Perluasan Peran Hukum dan Etika dalam Pengelolaan
Dalam konteks legalitas, pembentukan koperasi ini sudah melalui tahapan administratif yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan peraturan pelaksanaannya. Namun demikian, Muhaimin mengingatkan bahwa keberhasilan koperasi bukan hanya ditentukan oleh legalitasnya, melainkan juga pada integritas dan transparansi pengelolaan.
“Kita akan terus edukasi. Ini bukan sekadar program, tapi upaya bersama membangun ekonomi desa dari bawah. Koperasi yang sehat harus taat hukum, transparan, dan bisa dipercaya oleh anggotanya,” tambahnya.
Pemerintah Desa Opo-opo juga berencana menggandeng Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Probolinggo serta lembaga swadaya masyarakat untuk mengawal tata kelola koperasi secara partisipatif dan akuntabel.
Warga Menyambut, Tapi Butuh Penguatan Kapasitas
Sejumlah warga yang hadir dalam musyawarah menyatakan antusiasme mereka terhadap program ini, namun juga berharap adanya pelatihan dan bimbingan lebih lanjut. Isu utama yang mereka hadapi adalah pemahaman dasar soal mekanisme usaha koperasi dan sistem bagi hasil.
“Kami ingin ikut, tapi jujur masih bingung soal pengurus, simpan pinjam, dan sistem keuangannya,” ungkap Sumiati, seorang ibu rumah tangga peserta Musdessus.
Menuju Ekonomi Gotong Royong yang Berdaulat
Dengan resmi berdirinya Koperasi Merah Putih, Desa Opo-opo mengambil langkah maju dalam memperkuat fondasi ekonomi lokal berbasis komunitas. Ini sejalan dengan visi nasional untuk mewujudkan ekonomi gotong royong yang berdaulat dan berbasis pada kekuatan rakyat kecil.
Langkah ini sekaligus menjadi penanda bahwa kebijakan pemerintah pusat hanya akan bermakna jika benar-benar dijalankan dari akar rumput—oleh dan untuk masyarakat desa. Tugas berikutnya adalah memastikan bahwa koperasi ini tidak menjadi proyek musiman, tetapi institusi ekonomi berjangka panjang yang mampu meningkatkan kesejahteraan warga secara adil dan merata.