SUMENEP, Reportasenews.net – Perbincangan politik, di Kabupaten Sumenep, sudah sangat parsial. Mayoritas hanya memperdebatkan siapa dengan siapa. Mereka, yang di antaranya untuk mencari untung, jarang sekali membahas politik dari pertanyaan mengapa dan untuk apa.
Kalimat pertanyaan, yang dimulai dengan kata mengapa, adalah cara paling sederhana untuk memulai corrective action. Kerja korektif, dalam politik, adalah untuk menguji dan menguatkan gagasan. Bukan semata-mata soal cuan. Politik butuh panutan. Bukan seseorang yang dengan terpaksa harus dipanggil tuan.
Pertanyaan yang baik, dalam membincang politik, berpotensi melahirkan pemimpin yang tidak anti dengan kritik. Namun jika pertanyaan yang diajukan sering parsial, mungkin saja pemimpin terpilih sering membawa sial. Lebih buruk dari itu, bisa jadi yang ada hanyalah pemimpin abal-abal.
Di beberapa warung kopi, perbincangan politik memang masih terjadi. Namun, dalam amatan awam saya, semua hanyalah bumbu pertemuan belaka. Mereka tidak punya kuasa atas pernyataan dan khayalan yang diutarakan. Disadari atau tidak, saat membicarakan politik, semua berakhir diangan-angan.
Harus diakui bahwa politik, di Kabupaten Sumenep, hanya konsumsi para elit. Selebihnya, hanya atraksi berlebihan para gelandangnya. Mereka merekayasa sekian cara agar dinamika politik seolah-oleh tetap ada.
Jika diumpamakan pertandingan sepak bola, maka bola politik harus tetap digiring oleh si gelandang. Syukur-syukur ada isu miring, semua bisa disliding dan ditendang. Potensi untung besar kan?
Sudahlah! Politik di Kabupaten Sumenep sudah tidak lagi mengajarkan gagasan, kesejahteraan rakyat, pendidikan yang sehat dan kesehatan yang membahagiakan. Tidak lagi.
Sisa dari politik di Kabupaten Sumenep hanya soal rudapaksa etika, rekayasa citra dan klaim antar elit politik saja. Akibatnya, politik menjadi sangat jauh dari rakyat. Politik menjadikan rakyat benar-benar dekat dengan melarat. Baik secara tersurat maupun tersirat. Salam.
Ganding, 10 Juni 2024
Oleh: NK Gapura