BeritaPeristiwa

Rokok Tanpa Cukai, Kekayaan Tanpa Transparansi: Mengulik Bisnis ‘HM’ di Sumenep

1027
×

Rokok Tanpa Cukai, Kekayaan Tanpa Transparansi: Mengulik Bisnis ‘HM’ di Sumenep

Sebarkan artikel ini
Gurita bisnis Rokok Lokal 'HM' di Sumenep, antara kesuksesan dan kontroversi regulasi
Foto: Gurita bisnis Rokok Lokal 'HM' di Sumenep, antara kesuksesan dan kontroversi regulasi, @by_reportasenews.net

SUMENEP, Reportasenews.net – Sumenep, yang dikenal sebagai salah satu produsen tembakau terkemuka di Jawa Timur, kini memiliki sosok pengusaha yang mendominasi industri tersebut.

‘HM’, seorang pengusaha tembakau lokal, berhasil membangun kerajaan bisnis yang mencakup berbagai sektor, dari rokok hingga restoran, butik, dan SPBU.

Produksi rokoknya bahkan telah menembus pasar nasional, dengan merek-merek seperti Gico, Dubai, dan Fantastic Mild yang semakin populer di berbagai wilayah, termasuk Jakarta.

Keberhasilan bisnis ‘HM’ tak hanya dilandasi oleh keuletannya, tetapi juga strategi pemasaran yang inovatif, termasuk penetrasi pasar online.

Hal ini tentu membawa dampak positif bagi perekonomian lokal, terutama dengan penyerapan tenaga kerja yang membantu mengurangi angka pengangguran di Sumenep.

Namun, kesuksesan ini juga memunculkan sejumlah pertanyaan penting terkait kepatuhan terhadap regulasi dan dampak bisnisnya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Salah satu isu utama yang mencuat adalah beredarnya produk rokok ‘HM’ tanpa pita cukai resmi, yang secara jelas melanggar aturan perpajakan.

Ketidakpatuhan ini tidak hanya merugikan pemerintah dari sisi penerimaan cukai, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi Kabupaten Sumenep, yang seharusnya mendapatkan porsi lebih besar dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Ironisnya, meskipun industri rokok berkembang pesat, jumlah DBHCHT yang diterima Pemerintah Kabupaten (Pemkab) justru terus menurun.

Pertanyaannya, apakah bisnis rokok yang berkembang pesat ini benar-benar memberikan kontribusi signifikan bagi daerah secara legal?

Selanjutnya, bagaimana peran ‘HM’ sebagai pengusaha dalam mematuhi regulasi yang ada, khususnya dalam konteks perpajakan dan pelaporan kekayaan?

Selain isu cukai, transparansi kekayaan ‘HM’ juga menjadi sorotan.

Sebagai pengusaha yang begitu berpengaruh di Sumenep, sudah sewajarnya kekayaan ‘HM’ dipertanyakan karena patut diduga masuk dalam konteks Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU).

Modus yang biasa dilakukan oleh pelaku TPPU adalah dengan memanfaatkan teknologi baru, seperti pre-paid card, electronic money, dan virtual currency; serta menggunakan sektor non-keuangan yang rentan, seperti konstruksi dan properti.

Semua ini menjadi sebuah catatan penting dalam upaya memastikan bahwa setiap pengusaha yang berperan besar dalam perekonomian lokal juga berkontribusi secara legal dan transparan.

Sebagai masyarakat Sumenep, kita perlu terus mendorong agar pengusaha besar seperti ‘HM’ lebih memprioritaskan kepatuhan terhadap hukum dan regulasi, baik dalam konteks cukai maupun transparansi kekayaan.

Hanya dengan cara itu, kontribusi bisnis mereka bisa dirasakan secara maksimal oleh masyarakat, dan PAD daerah bisa meningkat secara legal dan berkelanjutan. ***