SUMENEP, Reportasenews.net – Kepala Puskesmas Arjasa, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep, tengah menjadi sorotan publik terkait dugaan rangkap jabatan yang dinilai melanggar aturan tata kelola di instansi kesehatan.
Dugaan ini muncul setelah diketahui bahwa Kepala Puskesmas Arjasa juga merangkap jabatan sebagai Bendahara Kapitasi, yang seharusnya diisi oleh pegawai non-medis dengan kompetensi administrasi.
Hal tersebut memicu pertanyaan mengenai kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku di lingkungan puskesmas.
Menurut informasi yang dihimpun, posisi Bendahara Kapitasi dipegang langsung oleh Kepala Puskesmas, sementara jabatan Bendahara BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dijabat oleh Mukti Sri Hastutik, seorang perawat di Puskesmas Arjasa.
Padahal, sesuai aturan, jabatan bendahara semestinya tidak diisi oleh tenaga kesehatan seperti perawat.
“Seharusnya, posisi bendahara diisi oleh staf administrasi yang memiliki keahlian di bidang pengelolaan keuangan, bukan tenaga medis yang memiliki tanggung jawab pelayanan kesehatan,” ujar salah satu sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, Jumat (8/11/2024).
Keputusan Kepala Puskesmas itu dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap peraturan kepegawaian yang berlaku, serta menunjukkan indikasi pembuatan aturan yang tidak sesuai dengan standar operasional puskesmas.
Publik menilai Kapus Arjasa telah membuat aturan sendiri sehingga kebijakan tersebut mencerminkan kurangnya transparansi dan profesionalisme dalam pengelolaan anggaran.
Saat dikonfirmasi, Kepala Puskesmas Arjasa, dr. Dini Martanti, S.Ked., M.Kes., belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan rangkap jabatan tersebut.
Sikap bungkam dari pihak terkait semakin memicu spekulasi publik tentang adanya pelanggaran dalam pengelolaan keuangan puskesmas.
Diketahui, di Puskesmas Arjasa terdapat dua bendahara, yaitu Bendahara Kapitasi dan Bendahara BOK, yang idealnya diisi oleh pegawai dengan kualifikasi administrasi.
Praktik rangkap jabatan yang melibatkan kepala puskesmas dan tenaga kesehatan menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.
Jika praktik rangkap jabatan itu benar terjadi, maka banyak pihak menilai hal tersebut sebagai tindakan tidak etis dan melanggar ketentuan yang berlaku.
Sementara, masyarakat dan sejumlah pemerhati kesehatan mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan di Puskesmas Arjasa guna memastikan tata kelola yang profesional dan transparan. ***