BeritaPemerintahanSumenep

Skandal Pemotongan BLT DD Desa Badur: Audit Terlambat, Warga Disetting Diam

574
×

Skandal Pemotongan BLT DD Desa Badur: Audit Terlambat, Warga Disetting Diam

Sebarkan artikel ini
034025ac f073 42ab b2f7 03fefbe68fe9
Inspektorat Sumenep Audit Pemotongan BLT DD 2022 Desa Badur Baru Dilakukan Setelah Tiga Tahun.

SUMENEP – Dugaan praktik pemotongan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) tahun 2022 di Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, kembali mencuat. Ironisnya, meski kasus ini sempat dilaporkan ke Polres Sumenep pada tahun yang sama, baru pada Kamis, 12 Juni 2025, Inspektorat Kabupaten Sumenep melakukan audit dan memanggil sejumlah penerima bantuan.

Masyarakat mempertanyakan, kenapa audit baru dilakukan setelah tiga tahun berlalu? Di mana fungsi pengawasan Inspektorat selama ini?

Pantauan Reportase News di Kantor Inspektorat Sumenep menunjukkan ketidakhadiran Ananta Yuniarto, Inspektur Pembantu yang disebut memimpin proses audit. Namun, salah satu staf membenarkan bahwa pihaknya memang turun ke Desa Badur pada Kamis kemarin untuk melakukan pemeriksaan langsung kepada sejumlah warga penerima BLT.

Settingan & Arahan dari Kepala Desa?

Dari pemeriksaan lapangan, muncul temuan mengejutkan: warga penerima bantuan diduga telah “disetting” dan diarahkan oleh Kepala Desa dan perangkatnya agar tidak mengungkap fakta pemotongan.

Salah satu penerima bantuan, yang enggan disebutkan namanya, mengaku:

“Saya dipanggil Kepala Desa, dikira mau dikasih bantuan. Ternyata sampai di sana saya disuruh menemui orang dari Kabupaten, dan diminta untuk tidak mengaku ada pemotongan BLT DD tahun 2022,” ungkapnya.

Pemotongan yang dilakukan disebut mencapai Rp300 ribu per triwulan atau Rp100 ribu per bulan, dan berlangsung hingga tahap keempat.

Penerima lainnya, Misnabi, menegaskan bahwa pemotongan dilakukan secara sepihak, tanpa musyawarah dengan warga. Bahkan ia sempat didatangi ke rumah oleh perangkat desa dan dipaksa menyerahkan uang Rp300 ribu.

“Saya menyetujui karena terpaksa, bukan kemauan saya. Bahkan saya pernah dipaksa cap jempol, tapi saya tidak tahu itu untuk apa,” ujarnya.

Potensi Maladministrasi dan Tindak Pidana

Mengacu pada Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017, praktik semacam ini dapat dikategorikan sebagai maladministrasi, yakni tindakan melawan hukum, penyalahgunaan atau kelalaian kewajiban dalam penyelenggaraan negara yang merugikan masyarakat.

Lebih jauh, jika pemotongan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara dan dilakukan secara sistematis, maka berpotensi masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.

Di mana Tugas Pencegahan Inspektorat?

Publik menyoroti lambannya Inspektorat Sumenep dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pencegahan. Sebagai lembaga pengawas internal pemerintah daerah, Inspektorat seharusnya berkoordinasi aktif dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi, bukan justru membiarkan kasus seperti ini bertahun-tahun tanpa tindakan.

“Ini uang rakyat, uang kami yang dipotong diam-diam. Harus dikembalikan! Jangan diam demi popularitas seorang kepala desa,” tegas salah satu warga penerima bantuan.

Tuntutan Masyarakat: Tindak Tegas, Bukan Sekadar Audit

Masyarakat mendesak agar:

  • Inspektorat bersikap independen, tidak melindungi siapapun, termasuk kepala desa.
  • Aparat penegak hukum menindaklanjuti temuan lapangan dan laporan masyarakat sejak 2022.
  • Kepala Desa diminta mengembalikan dana yang dipotong dari hak penerima.
  • Pemerintah daerah mengevaluasi fungsi kontrol Inspektorat yang dianggap pasif dan tidak transparan.
“Banner

Tinggalkan Balasan