PROBOLINGGO – Santriwati SMA Zainul Hasan 1 Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, berhasil membuktikan bahwa limbah rumah tangga seperti minyak jelantah tidak harus berakhir sia-sia. Mereka menyulapnya menjadi produk eco souvenir berupa lilin aromaterapi yang memiliki nilai ekonomi.
Kegiatan bertajuk “Uji Publik dan Praktik Pembuatan Eco Souvenir Lilin Aromaterapi dari Limbah Minyak Jelantah” digelar pada Minggu (15/6/2025) di halaman Pesantren Zainul Hasan Genggong. Acara ini merupakan puncak dari program mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) yang telah berlangsung selama satu tahun.
“Selama ini kami sudah mengembangkan berbagai produk dari limbah plastik, minyak jelantah, hingga bahan lokal untuk makanan fungsional. Untuk uji publik ini, lilin aromaterapi kami pilih karena memiliki peluang pasar yang tinggi,” jelas Siti Nurseha, S.Si., guru pembimbing kewirausahaan SMA Zainul Hasan 1 Genggong.
Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan utama lilin aromaterapi dipilih bukan tanpa alasan. Di lingkungan pesantren, limbah ini cukup melimpah—terutama dari kantin sekolah dan usaha kuliner UMKM sekitar.
“Tujuannya sederhana, bagaimana limbah ini bisa bermanfaat, memberdayakan santri, sekaligus menjadi bagian dari ekonomi sirkular,” imbuh Nurseha.
Tak hanya membuat produk, para santri juga mengaplikasikan langsung teori pemasaran dan bisnis yang mereka pelajari. Salah satunya adalah Ayulita, siswi kelas XI D, yang menjelaskan bahwa mereka menggunakan pendekatan storytelling untuk memasarkan produk.
“Kami ceritakan bahwa lilin ini berasal dari limbah yang biasanya dianggap tidak berguna. Tapi dengan sentuhan kreativitas, bisa jadi barang bernilai,” ujar Ayulita.
Hasilnya cukup menggembirakan. Seluruh 12 produk lilin aromaterapi yang mereka buat berhasil terjual habis dengan total penjualan Rp132 ribu.
Lebih dari sekadar praktik sekolah, kegiatan ini diharapkan menjadi awal dari gerakan pemanfaatan limbah secara masif di lingkungan pesantren. Pihak sekolah tengah menyiapkan pengembangan program ini sebagai unit usaha berbasis santri yang berkelanjutan.
“Kita ingin pesantren juga bisa menjadi pusat inovasi lingkungan dan kewirausahaan. Edukasi dan ekonomi bisa jalan beriringan,” tutup Nurseha.