SUMENEP — Ratusan warga yang tergabung dalam Yayasan Tanah Leluhur (YTL) menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Kantor PT. Garam (Persero) di Jl. Raya Kalianget, Sumenep, Madura, Senin (21/07/2025). Mereka menuntut penyelesaian konflik agraria di Blok 106 dan 107 yang dinilai dibiarkan berlarut-larut tanpa kejelasan oleh pihak perusahaan.
Massa yang berjumlah lebih dari 500 orang itu mengecam manajemen PT. Garam karena dinilai melakukan pembiaran terhadap konflik lahan yang selama ini telah dikelola masyarakat secara turun-temurun. Alih-alih memberikan solusi, warga menuding perusahaan justru memperkeruh situasi dengan memainkan strategi adu domba.
“Kami muak dengan pembiaran yang dilakukan oleh manajemen PT. Garam. Ini bukan hanya soal tanah, ini soal harga diri, keadilan, dan masa depan anak cucu kami,” tegas Basori, orator aksi dari atas mobil komando.
Dalam orasinya, massa menyampaikan kekecewaan terhadap Direktur Utama PT. Garam yang dinilai memilih bungkam dan tidak turun langsung menyelesaikan konflik. Bahkan dua pejabat penting perusahaan, yakni General Manager Legal dan General Manager Manajemen Aset, disebut jarang berada di kantor dan tidak hadir ketika warga membutuhkan dialog penyelesaian.
“Bagaimana konflik bisa selesai kalau pejabat yang seharusnya jadi ujung tombak malah tak pernah muncul di hadapan masyarakat?” seru orator lainnya, disambut sorakan dan amarah massa.
Empat Tuntutan Warga: Desakan Mundur hingga Ancaman Pendudukan Kantor
Dalam pernyataan resmi, massa aksi menyampaikan empat tuntutan kepada manajemen PT. Garam:
- Hentikan adu domba antar warga yang diduga dilakukan untuk mempertahankan klaim perusahaan atas tanah yang disengketakan.
- Kosongkan lahan Blok 106 dan 107, karena dianggap tidak memiliki dasar hukum yang sah, serta merupakan warisan leluhur masyarakat.
- Copot GM Legal dan GM Manajemen Aset, karena dianggap tidak profesional dan tidak berpihak kepada masyarakat.
- Direktur Utama PT. Garam wajib turun langsung ke lapangan dan berdialog terbuka dengan warga terdampak.
Massa juga memberikan ultimatum keras kepada perusahaan. Bila dalam waktu dekat tidak ada respons konkret, mereka mengancam akan mendirikan tenda dan menduduki kantor PT. Garam sebagai simbol perlawanan terhadap arogansi korporasi.
“Kami siap bermalam di sini. Tanah ini bukan untuk dijual, bukan untuk diperdagangkan. Ini warisan leluhur kami!” teriak salah satu demonstran.
Aksi berlangsung damai namun penuh semangat. Spanduk dan poster yang dibawa warga memuat pesan-pesan perlawanan, di antaranya:
- “Tanah Leluhur Adalah Warisan, Bukan Barang Dagangan!”
- “Hentikan Konflik, Wujudkan Keadilan!
- “Kami Tidak Akan Diam, Sampai Hak Kami Ditegakkan!”
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT. Garam terkait tuntutan warga. Konflik agraria di kawasan tersebut telah berlangsung bertahun-tahun dan masih belum menemukan titik terang.