SUMENEP – Malam ini menjadi malam yang panjang dan penuh kecemasan bagi 50 Kepala Desa dan 50 Pendamping Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep. Suasana mencekam ini muncul usai laporan resmi yang disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, terkait dugaan penyimpangan, korupsi, hingga pemalsuan data dalam pelaksanaan program BSPS.
Program yang sejatinya ditujukan untuk membantu masyarakat kurang mampu memiliki rumah layak huni, diduga telah disalahgunakan oleh sejumlah oknum kepala desa dan pendamping teknis. Dugaan pelanggaran yang terjadi antara lain berupa pembangunan fiktif, manipulasi data penerima bantuan, hingga penggunaan rumah BSPS sebagai alat bayar utang pribadi.
Salah satu kasus yang paling disorot terjadi di Desa Sabuntan, Kecamatan Sapeken, yang kini menjadi titik fokus penyelidikan. Informasi yang diterima menyebutkan bahwa kepala desa setempat diduga memanfaatkan rumah bantuan untuk kepentingan pribadi, dan sejumlah bangunan yang tercatat dalam laporan realisasi tidak pernah dibangun.
Malam ini, para kepala desa dan pendamping yang merasa terlibat disebut tidak dapat tidur nyenyak. Mereka kini “menunggu matahari terbit dengan lutut gemetar”, dalam kekhawatiran akan panggilan atau penindakan hukum yang bisa datang sewaktu-waktu.
Menurut perwakilan AMSP (Aliansi Masyarakat Sumenep Peduli), pelapor kasus ini, laporan ke kejaksaan ini baru permulaan. Beberapa desa lain, khususnya di wilayah kepulauan Sumenep, disebut tengah disiapkan untuk dilaporkan menyusul dugaan pelanggaran yang serupa.
“Ini bukan soal menjatuhkan satu dua orang, ini soal menyelamatkan amanah rakyat. Kalau program untuk orang miskin disalahgunakan, apa lagi yang tersisa dari keadilan?” ujar juru bicara MSP.
Aliansi ini juga menyerukan agar aparat penegak hukum bertindak tegas dan adil, tanpa tebang pilih dalam menangani kasus ini. Mereka berharap laporan yang disampaikan dapat menjadi titik balik dalam memperbaiki integritas pelaksanaan program sosial di daerah.