SUMENEP – Ajang Pemilihan Duta Pariwisata “Kacong-Cebbing” Sumenep 2025 kembali digelar dan menyedot perhatian publik, terutama kalangan penggiat dan pelaku industri pariwisata. Namun di balik kemeriahan dan gegap gempita panggung selempang, sejumlah pihak menyayangkan minimnya kesinambungan antara penyelenggaraan ajang ini dengan strategi besar pembangunan pariwisata daerah.
Kritik tajam datang dari para pelaku sektor Horeca (Hotel, Restoran, Cafe) hingga biro perjalanan wisata yang mengaku belum merasakan dampak langsung dari ajang tahunan ini. Bahkan, informasi teknis terkait pelaksanaan hingga hasil pemilihan duta terkesan tertutup dan minim publikasi.
“Kami sebenarnya sangat menunggu hasil Kacong-Cebbing. Tapi, ya begitulah, kultur penyelenggara dan pelaku industri belum sinkron. Setelah pemilihan, roadmap-nya ke mana juga tidak jelas,” ujar Bisron Ali, Koordinator ASPRIM (Asosiasi Pariwisata Madura) Wilayah Sumenep, saat ditemui pada Minggu (22/6/2025).
Menurutnya, ajang ini seharusnya bisa menjadi pintu masuk pembinaan tenaga kerja profesional di sektor pariwisata. Para finalis maupun pemenang memiliki potensi besar untuk dilatih menjadi pemandu wisata (guide) maupun tour leader (TL), bahkan menembus pasar nasional hingga internasional.
“Saya di biro perjalanan, dan kami sangat butuh SDM muda yang siap tampil. Finalis Kaceb itu kalau diarahkan dengan benar, bisa jadi duta pariwisata beneran—bukan sekadar foto bagus dan senyum manis. Sayangnya, setelah malam final, mereka seperti hilang dari radar. Ini bukan sekadar seremoni,” lanjutnya.
Kekecewaan juga diarahkan pada minimnya informasi yang dibagikan oleh pihak penyelenggara. Media massa dan publik tidak memperoleh gambaran jelas soal seleksi, pembinaan, hingga rencana jangka panjang terhadap duta yang terpilih.
“Seolah jadi barang rahasia. Kami ingin bantu publikasi, bahkan ratingnya bisa tinggi karena publik suka hal-hal seperti ini. Tapi nyari info aja susah. Media sosial Dinas Pariwisata dan Infokom juga sepi,” kritik Bisron.
Ia berharap Pemkab Sumenep melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dapat menyusun roadmap berkelanjutan bagi para finalis dan alumni Kacong Cebbing, agar ajang ini bukan hanya menjadi agenda seremonial tahunan, melainkan benar-benar berdampak bagi pengembangan SDM pariwisata dan ekonomi kreatif di daerah.
“Mungkin memang butuh tujuh turunan, tujuh tanjakan, dan tujuh kelokan agar pemerintah paham pentingnya arah. Tapi kita tidak bisa menunggu selama itu. Pariwisata itu bergerak cepat, kita butuh aksi,” pungkasnya.