SUMENEP – Seorang guru honorer di SDN Torjek II, Kecamatan Kangayan, Kabupaten Sumenep, harus menghadapi kenyataan pahit. Rasulullah, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk kelas IV, V, dan VI, diberhentikan dari tugasnya pada Sabtu, 3 Mei 2025 pukul 10.46 WIB. Pemecatan ini dilakukan tak lama setelah dirinya ikut melaporkan dugaan korupsi dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang diduga melibatkan oknum kepala desa setempat.
Ironisnya, keputusan pemecatan tersebut datang dari pihak-pihak yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjunjung etika dan nilai pendidikan. Dalam berita acara pemberhentian, tercantum nama-nama:
- Arifin, S.Pd., M.Pd. – Kepala SDN Torjek
- Masrur Abadi – Pengawas Sekolah,
- Tohasa – Wali murid asal Dusun Torjek Atas,
- Nurahman – Wali murid asal Dusun Setamber,
- Liatnan – Wali murid asal Dusun Pondok Kelor,
- Usnul – Warga Dusun Torjek Atas.
Arifin, Kepala Sekolah yang menandatangani surat pemberhentian, diketahui merupakan ipar dari Kepala Desa Torjek, yang namanya disebut-sebut dalam laporan dugaan korupsi tersebut. Rasulullah menyatakan tidak diberi kesempatan membela diri secara adil. Ia hanya diminta duduk dalam ruang sekolah saat pemecatan diumumkan.
“Ini bukan sekadar saya dipecat, ini tentang bagaimana kebenaran dipukul mundur oleh kekuasaan,” ujar Rasulullah dengan nada lirih saat ditemui di gubuk tempat tinggalnya.
Kasus ini menuai kecaman dari berbagai pihak. Pausi, aktivis GARDASATU Sumenep, menyatakan bahwa pemecatan Rasulullah adalah bentuk pembungkaman terhadap kebenaran. Ia bahkan menyoroti rekam jejak Arifin yang pernah dikaitkan dengan dugaan penyimpangan dana Program Indonesia Pintar (PIP).
“Kami akan menyelidiki lebih lanjut, terutama dugaan penyelewengan dana BOS dan program pendidikan lainnya. Korupsi di sektor pendidikan, khususnya di wilayah kepulauan, sudah terlalu masif dan tak bisa terus dibiarkan,” tegas Pausi.
Kasus ini menjadi sorotan tajam terhadap wajah pendidikan dan keadilan di Indonesia. Ketika seorang guru agama diberhentikan karena membela integritas, publik pun bertanya: apakah masih ada tempat bagi kebenaran di ruang pendidikan negeri ini?