SUMENEP — Warga Dusun Talaran, Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, memprotes proyek jalan lapen yang dinilai tidak sesuai standar teknis. Dugaan ketidaksesuaian itu muncul lantaran material batu yang digunakan disebut tidak memenuhi spesifikasi.
Salah satu warga, K. Habba, mengatakan material batu yang digunakan tampak bercampur tanah atau biasa disebut batu jahe.
“Batu seperti itu kalau sudah dilindas silinder pasti banyak yang hancur jadi abu,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (8/10/2025).
Pantauan Reportase News di lapangan menunjukkan, pekerja proyek mengaku tidak mengetahui detail soal penyedia material. Seorang pekerja mengatakan bahwa pihak CV hanya mengerjakan proyek, sementara penyedia bahan berasal dari kepala desa.
“CV dan pekerja proyek hanya bagian pengerjaan, yang mendatangkan material itu dari kades sendiri,” ungkapnya.

Jika benar demikian, maka keterlibatan kepala desa dalam penyediaan material bisa melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 29 huruf e, yang secara tegas melarang kepala desa dan perangkatnya menjadi pelaksana proyek pembangunan.
Sementara itu, Plt Camat Batuputih, Suharjono, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp enggan berkomentar dan mengarahkan wartawan agar menghubungi pendamping desa.
“Mungkin lebih detail bisa langsung menanyakan ke pendamping desa. Karena penggunaan material setiap pekerjaan fisik biasanya mengikuti spesifikasi yang tertuang dalam RAB,” katanya singkat.
Namun, Basyir, pendamping desa Kecamatan Batuputih, juga enggan memberikan keterangan saat dihubungi melalui telepon dan pesan WhatsApp. Berbeda dengan Amirul Fathoni, pejabat fungsional auditor madya, yang menyampaikan:
“Saya belum bisa memberikan tanggapan sebelum ada laporan resmi dari masyarakat,” ujarnya.
Di sisi lain, warga lain bernama Mariyani membenarkan adanya dugaan pengurangan material batu split serta penggunaan pasir laut halus di ujung jalan yang melewati rumahnya.
“Kalau pengerjaannya seperti ini, saya kira tidak sesuai standar. Otomatis jalan ini tidak akan tahan lama. Ini kan dana masyarakat, harusnya dikerjakan dengan benar supaya awet dan bermanfaat,” katanya.
Selain dugaan tersebut, proyek juga tidak memasang papan informasi kegiatan. Kondisi itu menimbulkan kecurigaan publik bahwa penggunaan anggaran tidak transparan. Padahal, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menegaskan bahwa informasi mengenai penggunaan anggaran negara wajib diumumkan kepada publik.
Praktisi hukum Endiyono Raharjo, S.H., M.H. menegaskan bahwa dalam Pasal 68 ayat (1) UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, masyarakat memiliki hak untuk meminta dan memperoleh informasi, mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, dan menyampaikan aspirasi.
“Masyarakat desa merupakan titik utama dalam pengaturan desa. Jadi peran masyarakat bukan hanya penikmat pembangunan, tetapi juga pengawas agar penggunaan anggaran sesuai ketentuan,” tegasnya.
Ketika wartawan mencoba mendokumentasikan lokasi proyek, Ahmad Yul, orang yang mengaku keluarga Kepala Desa Atnawi, justru bereaksi keras.
“Jangan hanya difoto, datangkan polisi aja ke sini!” ujarnya dengan nada tinggi.
Masyarakat berharap pemerintah daerah, aparat pengawas internal, dan penegak hukum segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini.
“Kami hanya ingin jalan ini dikerjakan dengan baik, supaya tidak cepat rusak dan bisa dinikmati lama. Dana yang digunakan ini kan milik rakyat,” tutup Mariyani.