BATU — Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Kota Batu. Nuryanto, warga Bandulan, Kota Malang, kembali dimintai klarifikasi oleh penyidik Polres Batu atas laporannya tertanggal 11 Maret 2025 terkait dugaan peralihan hak atas tanah milik keluarganya di Desa Beji – Junrejo, Kota Batu, seluas 11.580 meter persegi.
Tanah tersebut sebelumnya tercatat atas nama ayahnya, almarhum Sunari. Namun secara misterius, nama dalam sertifikat berubah menjadi atas nama Anik Sumarti, warga Songgokerto, tanpa sepengetahuan ahli waris dan tanpa adanya proses jual beli.
“Kami tidak pernah melakukan transaksi apapun, tiba-tiba nama ayah saya hilang dari sertifikat, dan diganti nama orang lain,” tegas Nuryanto, Kamis (22/5/2025), usai diperiksa penyidik.
Laporan Diajukan, Polisi Diminta Periksa Oknum Desa dan BPN
Didampingi kuasa hukumnya, Jacob Koen Njio, SH dan Wahyu Widayat, SH, Nuryanto telah melayangkan laporan resmi ke Satuan Reserse dan Kriminal Polres Batu. Ia mendesak agar semua pihak yang terlibat dalam penerbitan sertifikat yang diduga cacat hukum itu segera diperiksa, mulai dari aparat desa hingga pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batu.
“Kami minta polisi serius. Ini bukan sekadar sengketa, ini indikasi kejahatan agraria yang merampas hak ahli waris,” tegas Jacob Koen.
Pihak pelapor menegaskan bahwa tanpa keterlibatan oknum di tingkat birokrasi desa dan pertanahan, proses penerbitan sertifikat yang berubah nama tidak mungkin bisa terjadi.
Tanah Sudah Berpindah Tangan ke Jatim Park 3
Masalah semakin rumit karena tanah tersebut kini telah dibeli oleh pihak swasta, yakni PT Jatim Park 3. Menurut informasi yang dihimpun, transaksi penjualan dilakukan atas nama Anik Sumarti kepada pihak pengelola wisata, dan disebut telah menelan dana hingga Rp15 miliar.
Direktur Utama PT Jatim Park 3, Suryo Widodo, membenarkan bahwa pihaknya telah dipanggil penyidik untuk memberikan klarifikasi.
“Kalau memang ada pemalsuan, silakan gugat di pengadilan. Semua dokumen sudah kami serahkan ke polisi,” kata Suryo kepada media.
Namun, pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan hukum: jika terbukti ada pemalsuan dokumen dan peralihan hak tanpa persetujuan ahli waris, apakah pihak pembeli dapat berlindung di balik prinsip good faith (itikad baik)? Apakah BPN sudah melakukan verifikasi sesuai prosedur sebelum menerbitkan sertifikat baru?
Kerugian Diduga Capai Ratusan Miliar
Menurut kuasa hukum pelapor, nilai tanah saat ini telah melambung tinggi karena masuk dalam zona strategis pariwisata di Kota Batu. Jika dihitung berdasarkan nilai pasar saat ini, ahli waris ditaksir mengalami kerugian yang mencapai ratusan miliar rupiah.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif. Ini kejahatan serius yang mencuri hak tanah keluarga klien kami, dan mengalihkan aset bernilai sangat besar ke pihak lain tanpa dasar hukum yang sah,” ujar Wahyu Widayat, SH.
Desakan Audit Independen dan Peran Kejaksaan
Aliansi masyarakat anti-mafia tanah mendesak agar Kepolisian bersama Kejaksaan Agung turun tangan melakukan audit forensik pertanahan, terutama terhadap seluruh proses penerbitan sertifikat baru yang terjadi dalam rentang 5 tahun terakhir di Kota Batu.
Selain itu, transparansi penyidikan menjadi sorotan. Publik menuntut agar hasil penyelidikan tidak ditutup-tutupi dan dapat diuji di pengadilan secara terbuka.