Fatayat NU Sumenep Luncurkan Malate Center: Harapan Baru bagi Korban Kekerasan Perempuan dan Anak

IMG 20251211 WA0055 scaled
Sinergi Perlindungan Perempuan dan Anak: Fatayat NU, LBH Madani, dan LPA Resmikan Malate Center.

SUMENEP – Sebuah langkah besar lahir dari rahim perjuangan perempuan Sumenep. PC Fatayat NU Sumenep melalui Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A) resmi memperkenalkan Malate Center, pusat layanan terintegrasi yang ditujukan untuk konsultasi, pendampingan, dan advokasi bagi korban kekerasan perempuan dan anak.

Peluncuran ini berlangsung pada Kamis (11/12/2025) di Aula PCNU Sumenep lantai II dalam rangkaian kegiatan Sosialisasi Penanganan Kasus dan Launching Malate Center. Suasana acara sejak pukul 08.00 WIB tampak penuh optimisme, terutama dengan hadirnya dua narasumber yang sudah lama berkecimpung dalam isu perlindungan anak dan keadilan gender:

  • Nurul Sugiati, M.Pd, Ketua LPA Kabupaten Sumenep
  • Kamarullah, SH., MH, Ketua Umum LBH Achmad Madani Putra dan Rekan

Kehadiran keduanya memberi warna kuat dalam diskusi, memaparkan realitas lapangan sekaligus membangun kesadaran tentang pentingnya kerja bersama untuk menghentikan kekerasan.

Ruang Aman yang Selama Ini Dinanti

Ketua PC Fatayat NU Sumenep, Ny. Hj. Dina Kamilia, ST, menyampaikan pesan tegas bahwa Malate Center bukan sekadar program baru, melainkan bentuk keberpihakan nyata kepada korban.

“Pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah kejahatan kemanusiaan. Kita tidak boleh diam. Malate Center hadir sebagai ruang aman, tempat korban didengar, dibela, dan dipulihkan,” tegasnya.

Kalimat tersebut menjadi sorotan dan disambut hangat para peserta, mencerminkan harapan besar bahwa hadirnya pusat layanan ini mampu menjadi pegangan bagi korban yang selama ini kesulitan mencari bantuan.

Momen penting terjadi ketika tiga lembaga: Malate Center, LBH Achmad Madani Putra, dan LPA Kabupaten Sumenep menandatangani komitmen sinergitas. Bukan hanya seremonial, tetapi pernyataan sikap bersama bahwa persoalan kekerasan tidak boleh diselesaikan setengah hati.

Ketua LBH Achmad Madani Putra, Kamarullah, SH., MH, menegaskan bahwa keberpihakan kepada korban harus menjadi fondasi dari setiap langkah pendampingan.

“Penegakan hukum tidak cukup hanya berdasarkan prosedur. Kita harus memusatkan perhatian pada pengalaman korban itu yang paling penting.”

Sementara itu, Nurul Sugiati, M.Pd menyoroti pentingnya membangun kesadaran masyarakat agar pencegahan bisa dimulai dari rumah dan lingkungan terdekat.

Melalui nota kesepahaman, para pihak menyepakati empat poin strategis yang akan menjadi arah gerakan bersama:

  1. Kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa ditoleransi.
  2. Perspektif korban menjadi landasan utama dalam setiap pencegahan dan penanganan kasus.
  3. Tiga lembaga berkomitmen terlibat dalam pencegahan, pendampingan, hingga advokasi hukum secara terpadu.
  4. Pembiayaan program dilakukan melalui satuan kerja masing-masing lembaga dan sumber sah lainnya.

Keempat poin ini menjadi jaminan bahwa gerakan perlindungan tidak hanya berhenti di seremoni peluncuran, tetapi berlanjut dalam aksi nyata.

Dengan berdirinya Malate Center, Fatayat NU Sumenep menaruh harapan besar agar setiap perempuan dan anak dapat merasakan perlindungan yang cepat, responsif, dan mudah diakses. Bukan hanya di pusat kota, tetapi juga di desa, dusun, hingga wilayah kepulauan.

Peresmian ini menjadi bukti bahwa perjuangan melawan kekerasan tidak lagi berjalan sendiri-sendiri. Kini ada rumah baru—rumah yang berpihak, menguatkan, dan siap menemani para korban menuju pemulihan.

Tinggalkan Balasan

×