Pemerintahan

Dua Lampu Merah Untuk Bupati

644
×

Dua Lampu Merah Untuk Bupati

Sebarkan artikel ini
Bupati Sumenep, Dr. H. Achmad Fauzi Wongsojudo, SH., MH
Foto: (Istimewa) Bupati Sumenep, Dr. H. Achmad Fauzi Wongsojudo, SH., MH, @by_reportasenews.net

SUMENEP, Reportasenews.net – Selama satu setengah jam lebih, bupati Kabupaten Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, memilih diam. Tidak ada statemen apapun yang disampaikan. Sementara itu, sejumlah narasi teknis, yang secara sambung menyambung, terus disampaikan oleh para bagian.

Sejak duduk pertama kali, didampingi Dandim 0827 Sumenep, bupati memilih untuk menyimak saja. Sesekali ia membuka kacamata, blangkon dan menikmati suguhan yang ada. Namun wajahnya terus serius, mencermati semua yang terjadi.

Saat itu, para petani, pihak gudang, bagian hukum dan perwakilan dari berbagai lembaga, saling melempar narasi agar pemerintah mau untuk membela; petani berharap harga tetap tinggi. Walakin, pihak gudang merasa telah “terzalimi“.

Di Graha Arya Wiraraja, di lantai 2 Kantor Pemkab Sumenep, pemerintah sedang berusaha menengahi para petani dan para pembeli. Sepanjang tarik ulur kepentingan disampaikan, selama itu pula bupati hanya diam, satu setengah jam lebih.

Pemerintah, melalui Disperindag, mengusulkan draf Perbup tata niaga tembakau. Isinya, dengan hati-hati, diupayakan tidak ada yang merasa “disakiti“.

Hanya saja, perbup itu seperti ingin sekali menghindari kata sanksi. Sebab tembakau bukan layaknya beras yang menjadi nasi. Tembakau adalah komoditi bisnis yang bebas untuk ditolak atau dibeli.

Mungkin saja, saat pemerintah terlalu jauh mengeksploitasi sanksi, khawatir pihak gudang, bandol dan pedagang enggan bertransaksi dengan petani. Jika itu terjadi, petani sangat mungkin merugi. Sebab tembakau mereka akan dibeli atau tidak sama sekali.

Dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli bupati ikut angkat bicara. Pertama, dia ingatkan bahwa tembakau adalah komoditi yang bebas. Sulit diatur secara detail oleh pemerintah. Kedua, ia setengah menghimbauan agar jangan sampai bupati “dikorbankan” saat membahas perbup tata niaga tembakau.

Menurutnya, cara rakyat mengingat kerja pemerintah cukup sederhana. Misalnya, saat membahas tembakau, rakyat hanya akan mengingat, pada pemerintahan siapa harga tembakau mahal? Begitu pun sebaliknya. Maka, jika harga tembakau tahun ini ambruk, citra bupati berpotensi buruk.

Mendengar pernyataan itu, sebagian undangan mengangguk. Diam dan hening sejenak. Saat itu, hanya saya yang menggeleng-gelengkan kepala. Ternyata, perbup tata niaga tembakau juga menjadi senjata politik pemerintah kita.

Tidak lama kemudian, bupati ambil bagian. Sekian pernyataan dia sampaikan. Di antaranya, dia tidak ingin mendapat dua lampu merah dari pemerintah pusat. Pertama, dia telah ditegur karena petani yang menanam padi menurun drastis. Tahun ini, nyaris semua petani bertembakau.

Bupati mengaku, Kementerian pertanian telah memberi lampu merah karena luasan tanaman padi merosot tajam. Di tengah rencana swasembada pangan, petani padi di Sumenep malah terus “bertumbangan“. Mereka mencari peruntungan di daun emas, dengan harapan lebih menguntungkan.

Maka, bupati berharap jangan sampai ada lampu merah kedua, ketika harga termbakau tidak “seindah” tahun sebelumnya. Bupati meminta pendekatan perbup yang disiapkan harus humanis dan tidak represif. Mungkin saja, jika sampai ada dua lampu merah, tentu akan menjadi preseden buruk untuk karir politiknya.

“Kalau harga (tembakau) mahal, semoga tidak lupa dengan bupatinya,” pintanya. Salam awam selalu.

Oleh: NK Gapura

Sumenep, 24 Juli 2024

“Banner