BLITAR – Praktik pungutan liar (pungli) diduga terjadi di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Panggungrejo, Kabupaten Blitar. Hal ini terungkap berdasarkan keluhan sejumlah siswa yang tengah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL).
Salah satu siswa berinisial C menunjukkan bukti kwitansi pembayaran kepada tim Reportase News, dengan nominal sebesar Rp. 460.000. Dalam kwitansi tersebut tertulis keterangan untuk “biaya PKL dan Kunjungan Industri (KI)”.
Tim Reportase News langsung mengonfirmasi dugaan tersebut kepada pihak sekolah pada Kamis (24/04/2025). Fuad, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMKN Panggungrejo, membenarkan adanya pembayaran tersebut.
“Memang benar ada pembayaran sebesar Rp460.000. Rinciannya, Rp300.000 untuk biaya Kunjungan Industri dan sisanya untuk biaya PKL. Pembayaran ini sudah melalui rapat dengan komite sekolah, orang tua, dan pihak yang menangani program PKL,” jelas Fuad.
Namun, pada keesokan harinya, Jumat (25/04/2025), pihak sekolah menambahkan bahwa pungutan tersebut dilakukan karena adanya kekurangan anggaran.
“Hal ini kami lakukan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Karena memang ada kekurangan anggaran untuk pelaksanaan PKL. Kami rasa tidak ada masalah karena sebelumnya sudah ada rapat bersama wali murid dan komite sekolah,” imbuhnya.
Namun demikian, praktik penarikan dana tersebut disinyalir melanggar ketentuan dalam Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas melarang pungutan dalam bentuk apa pun terhadap siswa, terutama jika bersifat memaksa atau tidak memperhatikan kondisi ekonomi wali murid.
Beberapa poin penting dari peraturan tersebut di antaranya:
- Pungutan tidak boleh dibebankan kepada peserta didik atau orang tua yang tidak mampu secara ekonomi.
- Pungutan tidak boleh dikaitkan dengan kelulusan, penilaian, atau penerimaan siswa.
- Komite sekolah dilarang melakukan pungutan, baik secara individu maupun kolektif.
- Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif dan wajib mengembalikan seluruh dana kepada siswa atau orang tua.
Atas dugaan ini, masyarakat berharap dinas pendidikan dan pihak berwenang segera menindaklanjuti agar tidak terjadi praktik serupa di kemudian hari.