Diduga Dapat Perlindungan Oknum, DPO Kasus Nikah Palsu Tak Tersentuh Hukum

Reportase News Template 12
Tersangka Pemalsuan Dokumen Nikah Masih Bebas, Keluarga Korban Pertanyakan Integritas Penegakan Hukum di Sumenep.

SUMENEP – Taufiqur Rahman Emes, tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen pernikahan yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak November 2024, hingga kini masih bebas berkeliaran. Padahal, keberadaannya diketahui oleh warga dan keluarga korban, bahkan diduga masih bekerja seperti biasa di lingkungan tempat tinggalnya di Kabupaten Sumenep.

Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat: Mengapa aparat penegak hukum belum bertindak? Apakah ada pembiaran, atau lebih buruk lagi, perlindungan dari oknum?

Kasus bermula dari pernikahan antara Noer Zakiyah dan Taufiqur Rahman Emes pada 29 Oktober 2023. Pernikahan itu tercatat resmi di KUA Kecamatan Pragaan, disaksikan oleh keluarga besar dan tokoh masyarakat.

Namun hanya beberapa hari kemudian, fakta mengejutkan terungkap: Taufiqur telah menikah terlebih dahulu dengan seorang perempuan bernama Bella Pratiwi pada 16 Juli 2023 di Banyuwangi, tanpa izin istri pertama sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Yang lebih mencengangkan, Taufiqur diduga menggunakan dokumen palsu untuk menyembunyikan status pernikahan sebelumnya dan tetap mendapatkan akta nikah dari KUA Pragaan. Artinya, terjadi dugaan kuat tindak pidana pemalsuan dokumen dan manipulasi administrasi negara.

Laporan pidana diajukan ke Polres Sumenep pada Desember 2023, dan diperkuat kembali dengan bukti tambahan pada Juli 2024. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk DPO, tidak ada penangkapan yang dilakukan hingga kini.

“Kami sudah berikan alamat lengkap, aktivitas harian, bahkan informasi kendaraan dan lokasi tempat tinggalnya. Tapi penyidik seolah menutup mata,” ujar pihak keluarga pelapor.

Fakta ini menimbulkan kecurigaan akan adanya permainan dalam penanganan kasus. Apalagi, keluarga juga menduga keterlibatan oknum di KUA Kecamatan Pragaan dan perangkat Desa Pragaan Daya dalam memfasilitasi penerbitan dokumen nikah palsu tersebut.

“Kami menduga ini bukan semata kelalaian, tapi ada praktik manipulasi sistematis yang melibatkan aparat negara,” lanjut keluarga korban.

Kuat dugaan bahwa ini bukan kasus tunggal, melainkan bagian dari skema konspirasi yang lebih luas: pemalsuan dokumen negara yang dimuluskan oleh kelonggaran administratif dan dugaan “main mata” antara pelaku, petugas KUA, dan perangkat desa.

Keluarga pelapor juga menyoroti lambannya respon Polres Sumenep yang dianggap tidak serius menangani kasus ini. Jika benar aparat penegak hukum mengetahui keberadaan DPO tapi tak menangkapnya, maka ada indikasi pembiaran—atau lebih serius, pelindungan.

Pihak keluarga mendesak Polres Sumenep untuk segera menangkap tersangka, menuntaskan kasus ini secara transparan, dan memproses semua pihak yang terlibat, termasuk oknum di KUA dan Pemerintah Desa yang diduga membantu memuluskan pemalsuan.

Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, keluarga pelapor menyatakan siap membawa kasus ini ke Polda Jawa Timur, Kompolnas, hingga Komnas Perempuan.

“Ini bukan semata-mata soal satu orang. Ini soal integritas lembaga negara dan keberpihakan pada korban. Kami tidak akan diam,” tegas keluarga korban.

Kasus ini bukan hanya tentang penipuan dalam hubungan personal, melainkan juga kejahatan administrasi publik, pelanggaran hak perempuan, serta cerminan bobroknya sistem pengawasan dan penegakan hukum.

Jika hukum tidak mampu menyentuh pelaku yang sudah ditetapkan sebagai DPO, lalu kepada siapa lagi korban harus mengadu?

×