JAKARTA – Aliansi Masyarakat Sumenep Peduli (AMSP) melakukan audiensi resmi dengan Kementerian terkait guna menyampaikan tuntutan dan masukan atas penanganan perkara dugaan penyimpangan dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2021 di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Pertemuan ini diterima langsung oleh Sekretaris Jenderal yang mewakili Menteri, yang pada saat bersamaan tengah menjalankan tugas di Singapura.
Koordinator AMSP, Nurahmat, dalam forum tersebut menekankan bahwa proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tidak berjalan secara profesional dan transparan. Ia menyoroti berbagai pelanggaran prosedur, termasuk cara pemanggilan saksi yang tidak formal dan tidak melibatkan penyidik resmi, serta dugaan intimidasi terhadap saksi sebelum pemeriksaan.
“Dari total 139 saksi yang dipanggil, hanya 27 orang hadir. Itupun dipanggil melalui perangkat desa, bukan surat resmi penyidik. Ini menimbulkan tekanan psikologis bagi masyarakat kecil,” tegas Nurahmat.
Proses pemeriksaan yang dilaksanakan di Gedung Islamic Center, bukan di Kantor Kejaksaan, juga menjadi sorotan karena menciptakan suasana yang tidak netral dan justru menambah ketidakpercayaan publik terhadap lembaga hukum.
Dalam kesempatan itu, AMSP juga menghadirkan beberapa saksi penerima manfaat program BSPS yang merasa dirugikan akibat ketidaksesuaian jumlah dan kualitas bantuan yang diterima. Mereka menyampaikan secara langsung kondisi yang dialami kepada pihak Kementerian.
AMSP mendesak agar:
- Proses pemanggilan saksi dilakukan secara layak dan tidak membebani rakyat kecil;
- Pemeriksaan saksi dilakukan di lokasi yang lebih dekat dengan masyarakat;
- Aparat penegak hukum mengedepankan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam menangani kasus ini.

Dalam forum yang sama, pejabat dari Kejaksaan Agung yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal menyampaikan keprihatinan terhadap pola pemeriksaan yang selama ini dilakukan. Ia mengakui bahwa metode yang digunakan belum efektif dan cenderung memunculkan stigma terhadap para pelapor serta pendamping masyarakat.
“Kami sedang menyiapkan pendekatan baru yang lebih humanis dan melibatkan media serta kelompok sipil. Jaksa harus turun langsung ke lapangan agar kasus seperti ini tidak berlarut-larut,” pungkas heri jerman.
Pejabat tersebut juga menyampaikan bahwa kendala struktural di Kejari Sumenep—yang hanya memiliki enam jaksa—menjadi salah satu alasan lambatnya proses penanganan. Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar perkara ini diprioritaskan dan dapat dikoordinasikan langsung dengan Kejaksaan Agung maupun Kejati.
Menteri terkait telah menginstruksikan percepatan koordinasi dan penegakan hukum yang tuntas, termasuk komunikasi langsung dengan Jaksa Pidana Khusus, untuk menangani hambatan teknis di lapangan.
Pertemuan ini ditutup dengan penyerahan bukti-bukti lapangan, termasuk data yang berkaitan dengan aktor-aktor kunci seperti Adi Susanto dan Kepala Desa Sabuntan, yang disebut-sebut terlibat dalam skema penyimpangan bantuan BSPS.
“Ini bukan sekadar persoalan hukum, ini soal keadilan sosial. Negara harus hadir melindungi rakyat kecil, bukan membiarkan mereka dikorbankan oleh sistem yang rusak,” pungkas Nurahmat.
AMSP menegaskan komitmennya untuk terus mengawal jalannya proses hukum, termasuk melalui aksi-aksi demonstrasi, pelibatan media, dan pengumpulan bukti tambahan hingga keadilan benar-benar ditegakkan.