SUMENEP – Tiga perangkat Desa Badur, Kecamatan Batuputih, dikabarkan mengundurkan diri secara berjamaah. Informasi yang dihimpun dari sumber terpercaya menyebut bahwa pengunduran diri itu terjadi akibat ketidakharmonisan antara para perangkat desa dengan Kepala Desa (Kades) Badur, Atnawi.
Ketiga perangkat yang mundur tersebut adalah Tolak Widarsono (Kasi Pemerintahan), Sahodi (Kepala Dusun Talaran), dan Mahmudi (Kepala Dusun Candi).
“Ya, benar. Kasi Pemerintahan awalnya mengajukan cuti tanpa batas waktu. Kadus Candi mengundurkan diri akhir 2022, sedangkan Kadus Talaran baru tahun kemarin,” ungkap sumber tersebut, Sabtu (09/06/2025).
Saat dikonfirmasi, Tolak Widarsono membenarkan kabar tersebut dan menjelaskan alasan di balik keputusannya mundur.
“Saya mundur karena merasa tidak sejalan dengan kebijakan Kades Atnawi. Banyak kebijakan beliau yang bertentangan dengan aturan, dan sikapnya tidak mencerminkan seorang pemimpin,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Ia juga menambahkan bahwa perangai Kepala Desa kerap menyulitkan perangkat dalam bekerja. Menurutnya, komunikasi yang dibangun Kepala Desa tidak sehat dan sering disertai dengan ucapan yang tidak pantas.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Atnawi belum membuahkan hasil. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, yang bersangkutan tidak menjawab.
Di luar pengunduran diri tersebut, kondisi Pemerintahan Desa Badur semakin disorot setelah beredar kabar bahwa Sekretaris Desa (Sekdes), Wildan Firmansyah, merantau dan tidak berada di tempat. Saat dikonfirmasi, Wildan membenarkan informasi tersebut.
“Ya, saya sedang di luar kota. Lagi buka warung,” jawabnya singkat sambil melayani pembeli.
Sementara itu, pada tahun 2024 lalu, Kadus Jalao’an juga dilaporkan telah meninggal dunia.
Dengan kondisi demikian—tiga perangkat mengundurkan diri, satu Sekdes merantau, dan satu Kadus wafat—warga mulai mempertanyakan efektivitas pelayanan pemerintahan desa.
“Pelayanan tidak kondusif. Warga khawatir karena banyak posisi yang kosong atau tidak aktif,” ujar narasumber.
Menambah kekhawatiran publik, empat perangkat Desa Badur sempat tersandung kasus hukum pada tahun 2024. Mereka dinyatakan bersalah dalam kasus pengrusakan dan dijatuhi hukuman 4 bulan 15 hari berdasarkan Pasal 406 dan 170 KUHP. Meski demikian, para perangkat tersebut tetap aktif bekerja setelah menjalani hukuman.
Jika mengacu pada Pasal 51 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat larangan bagi perangkat desa untuk meninggalkan tugas selama 60 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah. Ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran berat.
Mencuatnya berbagai persoalan ini menimbulkan desakan dari masyarakat agar pemerintah daerah segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kepemimpinan di Desa Badur. Apalagi menyangkut pelayanan publik, integritas pemerintahan desa, dan potensi pelanggaran hukum administratif.