BLITAR — Front Mahasiswa Revolusioner (FMR) mengungkap dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan dana hibah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kota Blitar. Temuan ini didasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPD Tahun 2024 yang menyoroti kejanggalan fatal dalam pencatatan dan realisasi anggaran PKBM. FMR menduga, temuan ini bukan sekadar kesalahan administrasi, melainkan indikasi kuat adanya “mafia hibah” yang merugikan rakyat.
Sekretaris FMR, Moch Erdyn Subchan, menyatakan bahwa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini berpotensi kuat mengarah pada tindak pidana korupsi.
“Dana hibah pendidikan non-formal adalah amanah untuk rakyat, terutama mereka yang putus sekolah. Jika dana ini disalahgunakan, artinya merampas masa depan rakyat kecil dan mengkhianati cita-cita konstitusi,” tegas Erdyn, Jum’at (22/8/2025).
Kejanggalan Anggaran di Sejumlah PKBM
Dokumen BPK menunjukkan beberapa PKBM menerima dan merealisasikan dana hibah dengan pola anggaran yang tidak wajar.
- PKBM Bahtera Dua: Tercatat memiliki anggaran Rp45 juta, namun realisasi justru melonjak hingga Rp202,2 juta atau naik 4,5 kali lipat. Di sisi lain, ada entri anggaran Rp214,5 juta yang hanya terealisasi Rp45 juta.
- PKBM Rasio: Anggaran Rp45 juta, realisasi mencapai Rp557,6 juta atau lebih dari 12 kali lipat. Sementara itu, entri lain menunjukkan anggaran Rp569,6 juta yang hanya terealisasi Rp45 juta.
Tak hanya itu, beberapa PKBM seperti Tunas Pratama, Tunas Pertiwi, Bahtera Dua, dan Rasio muncul kembali dalam pos anggaran yang berbeda, menimbulkan dugaan adanya double funding atau pendanaan ganda.
Bagi FMR, pola ini mengindikasikan adanya pencatatan ganda, mark-up anggaran, dan potensi keberadaan lembaga bayangan atau fiktif. Erdyn menilai pola yang terbaca dalam laporan keuangan tersebut identik dengan modus klasik “mafia hibah” yang kerap memanfaatkan celah pencatatan ganda untuk menggelembungkan anggaran.
“Inkonsistensi dan lonjakan anggaran yang tidak masuk akal hingga 12 kali lipat jelas membingungkan publik. Ini harus dilihat sebagai potensi praktik mafia hibah, bukan lagi administrasi yang salah ketik,” ungkapnya.
Tuntutan FMR kepada Pemkot Blitar
Sebagai elemen kritis masyarakat sipil, FMR menuntut Pemerintah Kota Blitar untuk segera membenahi sistem tata kelola dana hibah PKBM sesuai regulasi dan prinsip good governance. FMR menekankan pentingnya transparansi, pengawasan, dan audit internal yang lebih ketat untuk mencegah penyalahgunaan dana pendidikan terulang.
“Kami mendesak Pemkot Blitar agar berani membersihkan sektor pendidikan non-formal dari praktik-praktik kotor. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah nyata, FMR siap melaporkan kasus ini ke Kejaksaan maupun KPK,” tegas Erdyn.
Erdyn menutup pernyataannya dengan menegaskan kembali bahwa dana hibah PKBM diberikan untuk membantu masyarakat yang putus sekolah. Menyalahgunakan dana tersebut, kata dia, sama saja merampas hak rakyat kecil dan mengkhianati konstitusi.
“Setiap rupiah untuk pendidikan wajib dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.