SUMENEP – Pemerintah Kabupaten Sumenep kembali diguyur Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dengan nilai fantastis pada tahun 2025: Rp62 miliar. Angka ini mengalami kenaikan signifikan dibanding tahun sebelumnya yang berkisar Rp53 miliar.
Sesuai regulasi, dana tersebut dibagi untuk tiga sektor utama:
- 50% untuk kesejahteraan masyarakat,
- 40% untuk sektor kesehatan,
- dan 10% untuk penegakan hukum, khususnya pemberantasan peredaran rokok ilegal.
Namun di tengah lonjakan anggaran, penegakan hukum justru disorot publik. Industri rokok ilegal di Sumenep tak kunjung dibasmi. Bahkan, sejumlah pabrik bodong beroperasi secara terang-terangan di berbagai kecamatan.
“Kami curiga ada hubungan spesial antara elit penguasa dan pengusaha rokok nakal. Relasi ini yang diduga membuat penegakan hukum lumpuh,” tegas Ali Muddin, Ketua Demisioner DPC GMNI Sumenep, Rabu (2/7/2025).
Ali menyebut adanya “romantisme kekuasaan” sebagai biang keladi mandeknya tindakan terhadap industri ilegal yang jelas-jelas merugikan negara. Ia bahkan menuding aparat hanya berani menyasar pengecer kecil, bukan pemodal besar yang justru menjadi aktor utama peredaran rokok tanpa pita cukai.
“Kalau penegakan hukum hanya menyasar buruh linting atau toko eceran, itu bukan solusi. Yang harus ditindak adalah pemilik modal dan pelindungnya,” kata seorang aktivis antikorupsi lokal yang tak ingin disebut namanya.
Kucuran 10 persen dari Rp62 miliar, atau setara Rp6,2 miliar, seharusnya digunakan untuk pengawasan dan penindakan peredaran rokok ilegal. Namun hingga kini, masyarakat tidak melihat dampak signifikan dari dana tersebut.
“Ke mana larinya anggaran miliaran untuk penegakan hukum? Kenapa aparat dan Satpol PP seolah kehilangan nyali di hadapan taipan rokok ilegal?” sindir seorang tokoh masyarakat.
Hingga berita ini ditulis, belum ada klarifikasi resmi dari Pemkab Sumenep terkait efektivitas penggunaan dana DBHCHT untuk bidang penegakan hukum. Kantor Bea Cukai dan Kepolisian juga belum memberikan laporan publik terkait progres pemberantasan rokok ilegal di wilayah hukum Kabupaten Sumenep.
Aliansi masyarakat sipil mendorong agar dilakukan audit forensik terhadap pemanfaatan DBHCHT, khususnya pada sektor penegakan hukum. Mereka juga menuntut agar Pemkab dan aparat tidak sekadar formalitas dalam menyerap anggaran, tetapi benar-benar menindak tegas seluruh jaringan rokok ilegal.
“Jika tidak ada komitmen serius, maka Rp62 miliar itu hanya jadi angka tanpa makna. Rakyat tak butuh slogan. Rakyat butuh keadilan dan keberanian aparat,” tegas Ali Muddin.