Berita

Pilkada Sumenep dan Kotak Kosong Fathol Alif

216
×

Pilkada Sumenep dan Kotak Kosong Fathol Alif

Sebarkan artikel ini
Pilkada sumenep dan kotak kosong
Foto: Ilustrasi Pilkasa Sumenep dan Kotak Kosong. @by_reportasenews.net/radioidola.

SUMENEP, Reportasenews.net – Kawan saya, Fathol Alif, membuat catatan tandingan. Judulnya, Pilkada Sumenep Tetap Perlu Digelar. Catatan visioner itu adalah “lawan” dari catatan sederhana saya sebelumnya. Judulnya adalah Pilkada Sumenep Tidak Perlu Digelar.

Harus saya akui, 10 paragraf dari catatan tandingan itu disusun secara rapi dan enak dibaca. Setiap kalimatnya penuh optimisme dan tidak sulit untuk dicerna. Jika dibaca secara seksama, tersirat bahwa penulis adalah aset Indonesia yang cukup langka; rakyat yang selalu optimis. Minimal, tidak pesimis seperti saya.

Dalam catatan itu, sekian analogi diutarakan. Wacana “tandingan” yang disampaikan tidak serampangan. Bahkan, dalam catatan itu, beberapa kali kata rakyat dilibatkan. Mungkin saja agar catatan itu bisa tampil meyakinkan.

Misalnya, di paragraf keempat, Alif optimis demokrasi tetap akan bergerak. Meskipun simbolnya hanyalah kotak kosong. Pilkada, dalam catatan tandingan itu, adalah satu-satunya cara agar rakyat tetap bisa merasakan demokrasi. Meskipun alakadarnya.

Maka, saat partai politik lebih suka berpangku tangan, dan rakyat telah remuk diperas oleh kekuasaan, kotak kosonglah yang bisa menjadi satu-satunya cara untuk melawan. Termasuk untuk melawan penindasan.

Kotak kosong akan menjadi cara terakhir untuk menjaga detak demokrasi. Jika kotak kosong tidak diperjuangkan, maka demokrasi pasti menjadi tidak berarti. Dan jika tidak diperjuangkan, satu-satunya pilihan adalah menyerah dan mati.

Saya adalah orang biasa. Dan Alif, tentu saja berbeda. Optimisme yang dikobarkan seharusnya membawa pesan bahwa kekuasaan belum berhasil menaklukkan seluruh rakyatnya. Masih ada Alif, yang optimis bahwa kotak kosong adalah salah satu jalan untuk melawan hegemoni kekuasaan.

Walakin, harus disadari bahwa optimisme dalam catatan itu tidak memberikan jaminan apapun. Pun jika Pilkada dikerjakan sesuai standart negara, dan ada kotak kosongnya, apakah ada jaminan bahwa politik praktis dan pragmatis menjadi hilang begitu saja? Tentu saja tidak.

Hari ini, harus diakusi, optimisme adalah kata yang sangat seremonial. Dan dalam politik, optimisme tidak lain adalah kerja-kerja praktis dan pragmatis. Dalih optimis menjadi musabab sengitnya dunia persilatan politik.

Namun, seburuk apapun politik menggerakkan negera, catatan-catatan yang membawa spirit optimisme harus tetap ada. Paling tidak, setiap catatan akan menjadi pengalaman spiritual politik bagi penulis dan pembacanya. Hanya saja perjalanan spiritual politik seseorang berbeda-beda. Itulah sebabnya saya dan Alif berbeda. Salam awam saja.

Oleh: NK Gapura

Sumenep, 22 Juni 2024

“Banner