Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren Probolinggo: Kuasa Hukum Tegaskan Semua Sama di Hadapan Hukum

IMG 20251112 WA0015 scaled
Hearing DPRD Probolinggo: Kuasa Hukum Korban Desak Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu.

PROBOLINGGO — Hearing di DPRD Kabupaten Probolinggo menjadi titik balik dalam penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di salah satu pondok pesantren di wilayah setempat. Dalam forum itu, suara kuasa hukum korban menggema, menegaskan satu prinsip hukum yang tak bisa ditawar: semua sama di hadapan hukum baik miskin maupun kaya (12/11/2025).

Kuasa hukum korban, Prayuda Rudy Nurcahya, S.H., hadir di rapat dengar pendapat tersebut membawa pesan yang sederhana, namun sarat makna. Ia mengawali pernyataannya dengan meluruskan kabar yang sebelumnya sempat simpang siur mengenai posisi pendamping hukum korban.

“Sebelumnya keluarga memang meminta tolong kepada seseorang, namun perlu saya luruskan bahwa bukan kuasa hukum yang mereka datangi. Keluarga hanya menganggap bahwa setiap pengacara pasti menjadi kuasa hukum, padahal tidak demikian,” ujarnya di hadapan awak media usai rapat.

Menurutnya, orang yang sempat membantu keluarga korban hanya memberi konsultasi singkat sebelum akhirnya melepaskan pendampingan di tengah jalan. Setelah itu, keluarga korban mendatangi dirinya untuk meminta bantuan hukum dengan status keluarga tidak mampu.

Dalam kesempatan itu, Prayuda menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang diduga terjadi di lingkungan lembaga pendidikan berbasis keagamaan. Ia menyebut, kasus ini mencederai nilai-nilai moral yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat Probolinggo.

“Saya turut berduka yang sedalam-dalamnya terhadap kejadian ini. Sebab, peristiwa ini terjadi di tempat yang seharusnya mengajarkan akhlak dan akidah. Karena itu, saya berharap kasus ini benar-benar diusut tuntas tanpa pandang bulu,” tegasnya.

Langkah kepolisian yang telah meningkatkan status kasus dari tahap penyelidikan (lidik) ke penyidikan (sidik) disebut menjadi sinyal positif bagi upaya pencarian keadilan. Prayuda mengapresiasi kerja Polres Probolinggo yang dinilai telah bertindak profesional dalam memproses laporan tersebut.

“Kami berterima kasih kepada Polres Probolinggo yang sudah menaikkan status perkara ini. Artinya, penyidik telah memiliki keyakinan bahwa dua alat bukti telah terpenuhi,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa prinsip equality before the law atau persamaan di hadapan hukum harus menjadi fondasi utama dalam proses penegakan hukum.

“Tidak ada perbedaan antara orang kaya dan orang miskin di hadapan hukum. Semua sama,” katanya dengan nada mantap.

Menutup pernyataannya, Prayuda menyampaikan permohonan maaf karena belum dapat menghadirkan korban dalam forum publik. Ia menegaskan bahwa langkah itu diambil semata-mata untuk menjaga martabat dan privasi korban.

“Saya tidak bisa menghadirkan korban karena ini perkara asusila. Kami harus menjaga privasinya. Biarlah saya yang mewakili,” tuturnya.

×