SUMENEP — Kasus dugaan fraud senilai Rp23 miliar yang mengguncang Bank Jatim Cabang Sumenep, Madura, terus bergulir. Kuasa hukum pemilik Bang Alief, Mohammad Fajar Satria, yakni Kamarullah dari LBH Achmad Madani Putra dan Rekan-rekan, mengungkap fakta baru: pihaknya telah mengantongi daftar 22 nama yang diduga terlibat dalam praktik keuangan mencurigakan tersebut.
Menurut Kamarullah, nama-nama itu bukan orang sembarangan. Mereka berasal dari jajaran pimpinan cabang Bank Jatim periode 2019–2022, termasuk unsur tim IT dan auditor internal, yang dinilai memiliki peran dalam membiarkan transaksi mencurigakan berjalan selama empat tahun tanpa terdeteksi.
“Kami punya 22 nama, mulai dari pimpinan cabang tahun 2019 hingga 2022, tim IT, sampai audit internal. SOP bank jelas memiliki rekap harian, bulanan, hingga tahunan. Rasanya mustahil transaksi sebesar itu lolos selama empat tahun tanpa ada yang sadar,” tegas Kamarullah dalam konferensi pers di kantor LBH Achmad Madani Putra, Senin (3/11/2025).
Ia menyayangkan, kliennya yang berstatus nasabah dan mitra kerja Bank Jatim, justru dijadikan tersangka utama, sementara pihak internal yang memiliki tanggung jawab pengawasan luput dari sorotan hukum.
“Kasus ini seolah diarahkan hanya kepada Bang Alief. Padahal mereka bukan pengendali sistem. Yang harusnya diperiksa dulu adalah internal Bank Jatim — apakah ini kelalaian atau kesengajaan? Dua-duanya bisa berdampak pidana,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kamarullah menegaskan bahwa kasus ini menyangkut tanggung jawab lembaga perbankan milik daerah yang mengelola dana publik. Ia mendesak OJK, Bank Indonesia, Menteri BUMN, hingga Menteri Keuangan untuk turun tangan meninjau langsung kasus tersebut.
“Bank Jatim itu BUMD. Uang rakyat ikut menggaji pegawainya. Maka pertanggungjawabannya juga harus kepada publik,” tambahnya.
Kamarullah juga menyoroti proses penyidikan oleh Polres Sumenep, yang dinilainya lebih fokus pada pembentukan opini publik di media sosial ketimbang memberi ruang pembelaan bagi pihaknya.
“Kami tidak menekan penyidik, tapi keadilan harus ditegakkan. Prinsip equality before the law berlaku untuk semua pihak,” ucapnya.
Tim hukum Bang Alief juga berencana membuka data teknis dan bukti terkait mesin EDC (Electronic Data Capture) — perangkat yang disebut menjadi inti perkara.
“Kami akan buka secara terbuka agar publik tahu siapa sebenarnya yang memegang kendali sistem di Bank Jatim. Bahkan, kami siapkan siaran langsung di TikTok agar masyarakat bisa menilai secara objektif,” tegasnya.
Kamarullah menutup pernyataannya dengan janji akan membawa perkara ini ke tingkat hukum lebih tinggi jika ditemukan unsur kelalaian atau kesengajaan dari internal bank.
“Kami akan kejar keadilan sampai tuntas. Jangan sampai kasus ini berhenti di mitra luar, sementara pihak internal yang paling tahu sistem justru dibiarkan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Sumenep AKP Agus Rusdianto dalam konferensi pers sebelumnya (24/10) menyebut, pihaknya telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi yang terhubung dengan kasus tersebut.
Dalam operasi itu, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp657 juta, perak seberat 5,7 kilogram, dua unit sepeda motor, serta satu ruko di Jalan Trunojoyo.
“Kami menemukan indikasi kuat adanya penyalahgunaan mesin EDC dalam kerja sama antara Bank Jatim Cabang Sumenep dan Bang Alief,” kata Agus.
Ia menambahkan, proses penyidikan masih berlanjut, sambil menunggu hasil audit forensik keuangan untuk menentukan jumlah pasti kerugian.
“Untuk besaran kerugian pasti, kami tunggu hasil audit lengkapnya,” ujarnya.
Hingga Kamis (6/11), hampir dua pekan pasca penggeledahan, belum ada perkembangan baru dari hasil penyidikan.
Sementara Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, ketika dikonfirmasi, hanya memberikan keterangan singkat:
“Polres Sumenep sudah bekerja sesuai prosedur,” ujarnya.






